(Sumber : google.com)
“Sebab
setiap tulisan akan menemukan pembacanya sendiri”. Entah benar atau tidak tapi
saya percaya hal itu. Terkadang saat kita merasakan sesuatu, senang, gembira,
sedih, ataupun kecewa ada hasrat untuk
mengungkapkannya. Ada orang yang ketika sedih lantas meluapkannya di jejaring
sosial. Kalau menurut Mas Rifa’i Rif’an dalam bukunya yang berjudul “Ya Allah,
Dia Bukan Jodohku”, hal tersebut kurang
tepat. Mungkin sebagian orang merasa lega setelah membagi kesedihannya itu
kepada banyak kawan di media sosialnya. Namun yang perlu disadari, ketika
menuliskan masalah di jejaring sosial, kita harus mengantisipasi dampak negatif
yang ditimbulkannya. Hal tersebut membuat saya berpikir ribuan kali untuk
berbagi perasaan di media sosial. Apalagi jika termasuk dalam hal yang bersifat
privasi. Nah, menulis bisa jadi solusi untuk meluapkan perasaan kita. Buku diary sebenarnya bisa jadi tempat yang
paling cocok untuk mengungkapkan apa yang ada dalam jiwa kita. But for me, buku diary sudah tergantikan dengan blog ini. Saya tak berharap tulisan
ini akan dibaca oleh banyak orang karena sejatinya melalui tulisan ini, saya
berbicara dengan diri saya sendiri. Menulis merupakan salah satu solusi ketika
kita tak mampu mengeluarkan perasaan secara lisan. Karena tekanan yang ada
dalam hati perlu tersalurkan maka tulisan adalah medianya. Suatu saat nanti,
ketika kita membaca tulisan itu, kita akan tersenyum, hati merasa tergelitik,
menertawakan perasaan kita saat itu. Yap, menulis, mengenang memori yang pernah
ada. Namun disadari atau tidak, bagaimanapun kita berusaha untuk menyimpan
tulisan, tidak mempublishnya untuk
umum, pada akhirnya dia akan menemukan pembacanya sendiri. Begitupun dengan
tulisan saya, tak perlu memaksa seseorang untuk untuk membaca rentetan curahan
hati ini..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar