Assalamu’alaikum
Sebenarnya sudah lama ingin mengeluarkan unek-unek
saya tentang ini. Tapi baru ada kesempatan sekarang. Hehe. Well, kali ini bukan tentang kegalauan about love dan sejenisnya. Tapi tentang fenomena yang sering muncul
dalam internal umat Islam sendiri akhir-akhir ini. Ya, Mengapa saya bilang
akhir-akhir ini? Karena terus terang dahulu masalah ini sama sekali tak terlalu
terpikirkan namun sekarang terlalu sering menarik perhatian saya. Entah karena
dulu memang nggak sebooming saat ini
atau memang sudah ada cuma saya belum mengatahuinya saja. Entahlah..
Hmmm, dua kata yang saya rasakan saat ini. Sedih sekali. Yap, sedih sekali saat
melihat banyaknya orang Islam yang begitu mudahnya membid’ahkan amaliah
golongan yang lain. Begitu mudahnya mereka menyesatkan golongan yang lain.
Allah, andaikan saya bisa berbuat banyak tapi apa daya. Sebagai manusia biasa
yang sangat fakir ilmu dan masih dalam proses tholabul ilmi, mau tidak mau saya
harus belajar lagi tentang ini. Karena sebagian besar amaliah yang dibilang
bid’ah itu juga saya lakukan. Kadang juga ada sedikit rasa sakit hati sih. Hehe. Tapi
sudahlah, sakit hati itu bukan point of
interestnya ya. Kalau kata Buya Yahya, ketika ada orang yang membid’ahkan, yang kita lakukan adalah koreksi diri karena bisa saja apa yang
dikatakan orang tersebut benar. Akan tetapi yang harus dikoreksi diri adalah di
saat kita ingin membid’ahkan orang lain. Karena di saat kita membid’ahkan orang
lain artinya kita merasa lebih benar dari orang lain. Jika kita sudah
mengoreksi diri saat kita dibid’ahkan dan ternyata kita yang salah, kita harus
segera insyaf. Sedangkan jika kita dalam kondisi benar berdasarkan dalil dan
hujjahnya menurut para ulama maka penilaian baru kita arahkan kepada orang yang
membid’ahkan. Sudahkan dia bertanya kepada yang dibid’ahkan (tentunya kepada ulama
orang yang dibid’ahkan)? Jika belum berarti orang yang membid’ahkan itu adalah
ahli fitnah sekaligus ahli bid’ah. Ada banyak amalan yang dilakukan kaum
muslimin di Indonesia oleh sekelompok kecil umat Islam dikatakan bid’ah namun
mereka yang membid’ahkan tidak pernah bertanya langsung kepada yang
bersangkutan., itulah ahli fitnah pemecah belah umat.
Oh iya, ada yang tahu Buya Hamka? Atau KH. Idham Cholid?
Atau setidaknya pernah mendengar namanya? Sungguh, ada pelajaran luar biasa
yang bisa kita jadikan pelajaran dari dua tokoh ulama tersebut. Kisah yang
terjadi antara pemimpin Nahdlatul Ulama, KH. Idam Cholid, dan pemimpin Muhammadiyah,
Buya Hamka, yang sedang melakukan Sholat Shubuh berjamaah di kapal laut ketika
perjalanan menuju tanah suci. Saat itu pengikut Nahdlatul Ulama heran ketika
KH. Idam Cholid yang biasanya membaca doa qunut namun kali ini tidak
membacanya. Ternyata saat itu ada Buya Hamka dalam barisan makmumnya. Begitu juga
sebaliknya, tatkala Buya Hamka mengimami Sholat Shubuh, para pengikut
Muhammadiyah merasa heran katika Buya Hamka membaca doa qunut. Ternyata hal
tersebut dikarenakan ada KH. Idam Cholid dan sebagian pengikut NU yang menjadi
makmumnya. Iya, keduanya merupakan pemimpin yang begitu dalam dan luas keilmuan
dan wawasannya. Meskipun terdapat perbedaan namun tetap bersatu atas dasar
persaudaraan. Mereka lebih mengedepankan ukhuwah Islamiyah daripada masalah
khilafiyah yang tidak akan pernah ada ujungnya. Keduanya tidak mengenal istilah
saling mencela, mengejek, atau saling menuduh sesama muslim yang berbeda
pandangan yang justru akan menimbulkan suatu fitnah. Betapa indahnya jika kita
semua bisa seperti itu. Namun sayangnya, saat ini begitu banyak orang yang
mengaku sebagai pengikut mereka justru belum bisa mencontoh sifat kebesaran
jiwa para pemimpinnya. Ini fakta yang memang terjadi. Semoga kita semua bisa
meneladani sifat kebesaran jiwa beliau berdua ini. Berfikiran jernih dan
dewasa, elegan dan bijak dalam menghadapi khilafiyah fiqhiyah. Semoga Allah
senantiasa menunutun kita agar berada di jalan yang lurus.
“Jikalau seseorang bertambah ilmunya dan luas
cakrawala pemikiran serta sudut pandangnya, maka ia akan sedikit menyalahkan
orang lain” -Al Imam Asy Syaikh Said Al Yamani-