Dalam
buku itu dikatakan tak ada jatuh cinta yang salah. Ia seringkali hadir begitu
saja, tanpa sempat kita waspadai. Atau, kalaupun sudah diwaspadai tetap saja
kita tak mampu lari darinya. Ia terus mengejar kita sampai sudut terjauh yang
bisa kita jangkau, lalu, ketika kita lelah, ia datang menerkam dengan segera.
Memperdaya kita dengan segala pesonanya. Tanpa ampun. Tanpa negosiasi sedikit pun.
Tuhan saja masih berlapang hati memberikan penangguhan pada iblis, nyatanya jatuh
cinta tidak. Sepertinya memang tidak ada yang salah dengan perasaan jatuh
cinta. Bahkan dalam surat cinta-Nya disebutkan
bahwa ketertarikan pada lawan jenis merupakan tanda-tanda kekuasaan-Nya. Bukankah
itu berarti setiap manusia harus mensyukurinya? Barangkali disitu letak
persoalan sesungguhnya. Bukan pada pertanyaan apakah jatuh cinta merupakan
perasaan yang salah atau tidak, melainkan bagaimana cara mensyukuri perasaan
tersebut.
Lalu bagaimana dengan hati ini? Begitu
munafik rasanya kalau menyatakan tidak setuju dengan pernyataan tersebut. “Bagaimana
cara mensyukurinya?”, itulah hal yang ditekankan. Apakah dengan menyebut
namanya di setiap kesempatan? Apakah dengan memujanya siang dan malam? Atau mungkin
mencari-cari kesempatan untuk bisa berinteraksi dengannya? Tentu bukan
ketiganya. Memilih untuk diam, memendamnya dalam-dalam, sambil terus mempersiapkan
dan mendewasakan diri mungkin bisa jadi solusi yang lebih bijak. Sampai ketika
saatnya tiba, semoga Dia memantapkan pilihanmu, menuntun langkahmu. Tentu saja
bukan hal yang mudah tapi semoga dimudahkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar