Jumat, 25 Desember 2015

“Indahnya Islam Kita”

Assalamu’alaikum

      Sebenarnya sudah lama ingin mengeluarkan unek-unek saya tentang ini. Tapi baru ada kesempatan sekarang. Hehe. Well, kali ini bukan tentang kegalauan about love dan sejenisnya. Tapi tentang fenomena yang sering muncul dalam internal umat Islam sendiri akhir-akhir ini. Ya, Mengapa saya bilang akhir-akhir ini? Karena terus terang dahulu masalah ini sama sekali tak terlalu terpikirkan namun sekarang terlalu sering menarik perhatian saya. Entah karena dulu memang nggak sebooming saat ini atau memang sudah ada cuma saya belum mengatahuinya saja. Entahlah..
Hmmm, dua kata yang saya rasakan saat ini. Sedih sekali. Yap, sedih sekali saat melihat banyaknya orang Islam yang begitu mudahnya membid’ahkan amaliah golongan yang lain. Begitu mudahnya mereka menyesatkan golongan yang lain. Allah, andaikan saya bisa berbuat banyak tapi apa daya. Sebagai manusia biasa yang sangat fakir ilmu dan masih dalam proses tholabul ilmi, mau tidak mau saya harus belajar lagi tentang ini. Karena sebagian besar amaliah yang dibilang bid’ah itu juga saya lakukan. Kadang juga ada sedikit rasa sakit hati sih. Hehe. Tapi sudahlah, sakit hati itu bukan point of interestnya ya. Kalau kata Buya Yahya, ketika ada orang yang membid’ahkan, yang kita lakukan adalah koreksi diri karena bisa saja apa yang dikatakan orang tersebut benar. Akan tetapi yang harus dikoreksi diri adalah di saat kita ingin membid’ahkan orang lain. Karena di saat kita membid’ahkan orang lain artinya kita merasa lebih benar dari orang lain. Jika kita sudah mengoreksi diri saat kita dibid’ahkan dan ternyata kita yang salah, kita harus segera insyaf. Sedangkan jika kita dalam kondisi benar berdasarkan dalil dan hujjahnya menurut para ulama maka penilaian baru kita arahkan kepada orang yang membid’ahkan. Sudahkan dia bertanya kepada yang dibid’ahkan (tentunya kepada ulama orang yang dibid’ahkan)? Jika belum berarti orang yang membid’ahkan itu adalah ahli fitnah sekaligus ahli bid’ah. Ada banyak amalan yang dilakukan kaum muslimin di Indonesia oleh sekelompok kecil umat Islam dikatakan bid’ah namun mereka yang membid’ahkan tidak pernah bertanya langsung kepada yang bersangkutan., itulah ahli fitnah pemecah belah umat.
      Oh iya, ada yang tahu Buya Hamka? Atau KH. Idham Cholid? Atau setidaknya pernah mendengar namanya? Sungguh, ada pelajaran luar biasa yang bisa kita jadikan pelajaran dari dua tokoh ulama tersebut. Kisah yang terjadi antara pemimpin Nahdlatul Ulama, KH. Idam Cholid, dan pemimpin Muhammadiyah, Buya Hamka, yang sedang melakukan Sholat Shubuh berjamaah di kapal laut ketika perjalanan menuju tanah suci. Saat itu pengikut Nahdlatul Ulama heran ketika KH. Idam Cholid yang biasanya membaca doa qunut namun kali ini tidak membacanya. Ternyata saat itu ada Buya Hamka dalam barisan makmumnya. Begitu juga sebaliknya, tatkala Buya Hamka mengimami Sholat Shubuh, para pengikut Muhammadiyah merasa heran katika Buya Hamka membaca doa qunut. Ternyata hal tersebut dikarenakan ada KH. Idam Cholid dan sebagian pengikut NU yang menjadi makmumnya. Iya, keduanya merupakan pemimpin yang begitu dalam dan luas keilmuan dan wawasannya. Meskipun terdapat perbedaan namun tetap bersatu atas dasar persaudaraan. Mereka lebih mengedepankan ukhuwah Islamiyah daripada masalah khilafiyah yang tidak akan pernah ada ujungnya. Keduanya tidak mengenal istilah saling mencela, mengejek, atau saling menuduh sesama muslim yang berbeda pandangan yang justru akan menimbulkan suatu fitnah. Betapa indahnya jika kita semua bisa seperti itu. Namun sayangnya, saat ini begitu banyak orang yang mengaku sebagai pengikut mereka justru belum bisa mencontoh sifat kebesaran jiwa para pemimpinnya. Ini fakta yang memang terjadi. Semoga kita semua bisa meneladani sifat kebesaran jiwa beliau berdua ini. Berfikiran jernih dan dewasa, elegan dan bijak dalam menghadapi khilafiyah fiqhiyah. Semoga Allah senantiasa menunutun kita agar berada di jalan yang lurus.


“Jikalau seseorang bertambah ilmunya dan luas cakrawala pemikiran serta sudut pandangnya, maka ia akan sedikit menyalahkan orang lain” -Al Imam Asy Syaikh Said Al Yamani-

Rabu, 09 Desember 2015

Be Positive ! :)

      Apa kamu pernah merencanakan sesuatu namun kamu gagal meraihnya? Lantas kamu bertanya mengapa Tuhan tidak mewujudkannya? Tapi tunggu, jangan terburu-buru untuk berburuk sangka kepada-Nya. Sebab apa-apa yang menurut kita baik belum tentu baik menurut-Nya bukan? Pandangan kita sungguh sangat terbatas tapi pandangan Allah tidak. Dia mampu melihat jauh apa yang akan terjadi dengan kita di masa depan. Bisa jadi ketika Allah mengabulkan keinginan kita justru hal tersebut membuat kita jauh dari-Nya. Manusia hanya bisa berusaha dan berdoa namun hasil akhir mutlak Allah yang menentukan.
      Ketika kita berada di ladang yang berbeda mungkin itu lebih baik. Karena ketika kita berada di ladang yang sama untuk saat ini bisa jadi kita tidak bisa menggarapanya dengan maksimal. Jangan khawatir. Jika Dia berkenan, nanti akan ada ladang yang memang diberikan untuk kita. Di ladang itu, kita tak perlu khawatir jika kita saling berebut untuk menanaminya karena ladang itu ada untuk kita garap bersama. Kita yang menanamnya dan kita juga yang akan menuai hasilnya. Ya, karena ladang itu bukan milikmu, bukan juga milikku tapi itu adalah ladang amal kita.

Kamis, 26 November 2015

Hilang (?)

Pernakah kamu merasa takut akan kehilangan seseorang?
Tapi, apakah arti kehilangan jika kita tak pernah memilikinya?
Bukankah rasa kehilangan hanya untuk mereka yang memiliki?
Nyatanya, saat ini perasaan itu benar-benar ada.
Mungkinkah karena ada secuil harapan untuk saling memiliki?
Entahlah...

-Untukmu yang senantiasa tersebut dalam doa-

Rabu, 18 November 2015

Musikalisasi Puisi Sholawat

Assalamu'alaikum

Sesuai dengan janji saya sebelumnya, alhamdulillah video penampilan musikalisasi sholawat yang dibawakan oleh teman-teman UKM Cinta Rebana ITS pada Festival Hadrah Al Banjari ITS yang merupakan serangkaian acara Dies Natalis ITS ke 55 sudah selesai diupload. Mohon maaf kalau kualitasnya tidak seberapa bagus, maklum ngerekamnya cuma pakai hp hehe. Tapi semoga tidak mengurangi pesan yang ingin disampaikan. Selamat menikmati :)

Wassalamu'alaikum

Senin, 16 November 2015

Rindu Kekasih

Terpanjatkan segala doa indah lagi istimewa
Hanya kepada dia, sang ahli menunggang unta
Unta-unta itu tertawa turut berbahagia
Atas senangnya, atas bahagianya
Para pengiring senandungkan rindu pada sang kekasih
Derapkankah hewan mulia itu, kian mengkilat
Tangisnya deras bak awan pekat menahan gigihnya haru

Adakah yang lebih berdebar dinantikannya
Selain penuaian rindu akan ladang dan peggembalaan tuannya
Maka, tali kekang itu lepaskanlah
Ia hanya ingin segera berlari
Agar segera tiba masa jumpanya
Nabi, kepadanya ia rindu
Jika kau benar cinta dan haus akan rindu bersua dengannya
Sebagaimana trik unta itulah bukti rasa itu padanya, tanpa sandiwara

Perjalanan panjang akan mencapai muara hulu
Cahaya kubah mulia di kota akik terpancar di depan mata
Nur di kota hijau itu tiada pernah redup dan tiada pernah tertandingi
Lantaran jasa sang kekasih meredam segala kegelapan dunia
Pertemuan ini kian masa kian mendekati takdirnya
Dengan ridho-Nya semua kebahagiaan itu terkumpul menyatu
Pada hari ini kusaksikan bahwa seluruh rasa mulia dan cinta tak ada sedikit berselir di hati
Tak ada sedikit pun selir di hati selain pada insan paling mulia

Tanpa janji muluk dan harapan yang khawatir dikhianati
Rasa cinta itu tentu terbalas indah dan menghapus semua lara
Dialah manusia sempurna, Nabi pilihan di seluruh zaman
Baginyalah segala keluhuran, derajat, dan martabat kemuliaan

Sudah termaktub dalam sabda Tuhan
Tentang kemuliaan dan ketinggian kedudukan
Tiada lagi diragukan
Maka jika dimulailah semua perjalanan, perpindahan hati dan pandangan
Tak lagi dengan unta sebagai tunggangan
Jika tiba pada sebuah waktu paling mulia
Berbagilah,
Hari dimana ia, sang panutan dahulu dilahirkan
Maka rayakanlah

Sepanjang hayat masih hangat
Dan nafas masih berpacu dalam lengang
Doa dan rahmat tak kan usai terpanjat
Di bawah gemerlapnya sorot-sorot bintang
Kepada sang kekasih, cahayanya abadi
Melampaui semua, juga kerabat, sahabat, dan para umat
Doa kami abadi, terpatri

Kilau cahayanya melingkupi seluruh muka bumi
Disana purnama bersinggasana menebar misteri
Kesempurnaan itu tiada pernah tertandingi
Seluruh kata dan ekspresi dibuat lungguh lesih

Segala cinta terbentang alam semesta raya
Tak pelak ada dan hilang, lahir dan pergi
Tebar sinar muliamu tinggi mengangkasa
Segala kelam dan nista lenyap terkubur mati

Dengan adamu seiisi bumi berani bersaksi
Bermandikan cahayamu seketika benderang, nikmat
Dan petunjukmu menyusupi pori-pori
Hapus, hapus rongrongan, dahaga yang meradang
Doa dan harapan hamba tak kunjung usai
Terpanjat pada Tuhan Sang Penebar Kasih
Maha Indah, Maha Indah, Maha Cinta dan Maha Membalas
Siang malam, hati dan nurani tak kan tercerai
Agar kekal abadi dalam rindu sang kekasih

Genap seluruh yang kau cinta dan kau lindungi
Handai taulan, sanak saudara tak terkecuali
Juga terlimpahi kasih murni sang ilahi
Dia Yang Maha Tinggi dan juga yang Maha Mengasihi
...................................................................................................................................................................

Puisi yang sempat membuatku merinding saat pertama kali mendengar dan melihatnya secara langsung. Dibawakan dengan penuh penghayatan. Karena yang dibawakan dengan hati akan sampai ke hati. Semoga semakin menambah rasa cinta kita kepadanya. Untuk video insyaAllah menyusul, mengingat ukuran cukup besar jadi harus pakai wifi ^^


Minggu, 15 November 2015

Belajar dari Sayyidina Ali Ra

Cinta tak pernah meminta untuk menanti
Ia mengambil kesempatan
Itulah keberanian
Atau mempersilahkan
Yang ini pengorbanan


Itu salah satu pelajaran yang bisa diambil dari kisah cinta Ali bin Abi Thalib dan Fatimah Az Zahra. Untuk yang sedang memperjuangkan seseorang, semoga bisa mengambil pelajaran darinya. Semoga kisah yang sedang ditulis berakhir indah ^^

Kamis, 12 November 2015

Mengenang Ayah

      12 Nopember ya sekarang? Aku bahkan tak tahu kalau hari ini “Hari Ayah” kalau saja tidak melihat updatetan status teman-teman di media sosial. Sama sekali tidak ada niat untuk menuliskan sesuatu tentangnya. Karena menulis tentangnya itu berarti menarik kembali kenangan yang pernah ada tanpa terkecuali tentang saat-saat yang sungguh sangat tidak aku sukai. Saat ketika aku melihatnya terbaring lemah tak berdaya, saat ketika melihatnya keadaannya yang begitu menyedihkan, saat ketika Allah lebih memilih untuk memanggilnya daripada untuk tinggal lebih lama lagi di sini. Begitu menyakitkan rasanya. Bahkan sampai sekarang mengingat peristiwa itu hanya akan menyebabkan air mata yang keluar tak terbendung.
      Malam ini, malam Jumat, Alhamdulillah Allah memudahkan langkahku untuk hadir di majelis itu, Majleis Diba’.  Kalau tidak ada kegiatan yang darurat rasanya hadir disana merupakan suatu keharusan. Entah kenapa. Berada di dalamnya mampu menentramkan jiwa yang sudah penat dengan urusan ini itu. Disana aku bisa mengadukan semuanya, apa-apa yang mengganjal di hati. Disana juga aku bisa merasakan kedekatan dengan-Nya bahkan merasakan kehadiran kekasih-Nya. Entah percaya atau tidak tapi itu yang aku rasakan. Sampai di tengah-tengah ada salah seorang teman yang membagikan puisi tentang ayah di grup LINE. Belum sempat selesai membaca satu bait pertamanya, nyatanya air mata itu sudah meleleh. Akhirnya kuputuskan untuk tidak membaca kelanjutannya. Barangkali lantunan sholawat qasidah yang dibawakan, pukulan terbang yang dimainkan juga turut andil dalam menyebabkan aku merasakan sesuatu yang lebih akrab disebut “baper”. Iya, baper banget rasanya. Sudah mencoba sekuat tenaga untuk menahan air mata yang mulai membasahi kelopak mata agar tidak jatuh namun percuma gagal juga. Bahkan adik yang duduk di sebelah sampai tanya “Lho mbak wilda kenapa?”, Cuma bisa jawab sambil senyum “Nggak papa-papa dek. Cuma keinget sesuatu jadinya baper. Dia nggak bertanya lagi, hanya saja memegang tanganku, mencoba untuk menenangkan :’)
      Ayah, aku mungkin tidak bisa bercerita banyak tentangnya seperti apa yang teman-teman lakukan. Ayah, mungkin dia bukan seperti ayah-ayah lain yang selalu memberikan apa pun yang diminta oleh putrinya. Mungkin ayah juga bukan ayah yang selalu menanyakan kabar putrinya ketika putrinya sedang di rantau. Ayah juga bukan ayah yang sering mengajak anaknya untuk berlibur ke tempat yang indah setiap ada kesempatan. Tapi yang aku tahu ayah tetaplah sosok yang baik yang dalam setiap sujudnya tak pernah ia lupakan doa terbaik untuk anak-anaknya. Ayah mungkin jarang membelikan barang berharga untukku. Tapi aku cukup tahu, jauh di dalam lubuk hatinya ayah pasti ingin memenuhi semua keinginanku. Bahkan aku tahu, ketika aku meminta barang yang sangat kubutuhkan, ayah berusaha untuk memenuhinya meskipun uang yang ada sebenarnya tidak cukup. Tapi ayah berusaha memenuhinya untukku. Ayah tidak pernah merasa berat ketika harus mengambil tabungannya untuk keperluanku. Bahkan ayah yang memberiku pengertian bahwa banyaknya materi yang kita punya itu tidaklah penting. “Rizki iku gak penting akeh atau titik. Sing penting iku barokah. Mbasio ta akeh tapi nek gak barokah yo tetep ae ngeroso kurang”. Kata-kata itu masih sering kuingat sampai sekarang. Ayah, masih aku ingat. Ketika awal masuk kuliah. Ketika teman-teman semua ditemani ayah atau ibunya saat ribet-ribetnya mengurus keperluan daftar ulang, mencari tempat kos, dan lain-lain, aku tidak bersama ayah saat itu. Saat aku menangis karena bingung dengan siapa aku pergi kesana, ayah menawarkan diri untuk menemaniki. Mungkin itu yang dinamakan naluri orang tua. Ia bahkan tidak tega melihat anaknya kebingungan. Tapi aku menolak. Tidak sampai hati rasanya aku harus merepotkan ayah dengan kondisi ayah yang seperti itu. Sampai akhirnya ternyata Allah kasih jalan lain. Aku bersama temanku yang ditemani pamannya untuk mengurus keperluan daftar ulang. Ayah, apa ayah tahu kadang aku merasa iri ketika melihat teman-teman yang lain ditelepon oleh orang tuanya yang menanyakan kabar anaknya, kegiatan apa saja yang dilalukan. Tapi tentu saja segera kutepis perasaan itu. Karena aku tahu ayah dan ibuk bukannya tidak mau menghubungi anaknya tapi tidak bisa. Iya, karena ayah dan ibu tidak pegang hp. Aku masih ingat ketika Mbak menawari hp untuk ayah dan ibuk. Tapi saat itu ayah menolak dan bilang, “Wes gak usah, wong wes tuwo kok”. Hehe, alasannya lucu menurutku. Meskipun ayah sama sekali tidak pernah telpon selama anaknya kuliah tapi aku tahu ayah selalu mengkhawatirkan keadaan anaknya. Hanya saja caranya yang lain. Ayah titipkan anaknya kepada Sang Pencipta lewat doa. Aku juga masih ingat, ketika akan ujian, aku minta didoakan ayah sama ibuk. Tapi ayah selalu jawab “jenenge wong towo, gak usah dijaluk yo wes didungakno. Ben mari sembayang gak tau lali ndungakno gawe anak-anake”. Doa, itu juga yang selalu ayah ingatkan. Dulu, saat mau tidur. Ayah selalu mampir ke kamar, melihat apakah anaknya sudah tidur atau belum. Kalau aku belum tidur, ayah pasti bilang “wes ndang turu, ojok lali moco-moco” . Dan satu hal yang tidak mungkin aku lupakan. Dulu saat aku harus opname karena anemia. Saat aku harus transfusi darah dan ternyata stok darah di Rumah Sakit yang sesuai dengan golonganku habis. Ayah yang pontang-panting mencarinya ke luar Rumah Sakit malam-malam dan Alhamdulillah akhirnya dapat dari PMI. Aku tidak mungkin lupa semua itu. Bahkan masih banyak lagi pengorbanan, kasih sayang, dan kebaikan yang ayah beri dan aku sama sekali tidak sanggup untuk menulisnya satu per satu. Ada yang bilang rizki tak melulu soal materi. Rizki itu apa yang kita nikmati, apa yang kita syukuri. Dan bagiku, ayah adalah salah satu rizki yang telah Allah berikan untukku. Tapi yang namanya rizki, ia tidak akan kekal karena ia hanya titipan yang setiap saat kita harus siap kehilangan saat Sang Pemilik mengambilnya. Tapi kelihatannya Allah masih begitu baik kepadaku. Rupanya Allah memberi “kode” kpeadaku, mengingatkan bahwa tak lama lagi Dia akan mengambil kembali titipan-Nya itu. Masih teringat jelas. Tiga bulan sebelum Dia mengambil ayah, saat ayah masih terbaring lemas. Aku hadir di majelisnya Romo Yai Achmad Asrory Al Ishaqy Ra. Tempatnya di Pondok Pesantren Al Fithrah Kedinding Surabaya saat itu. Sengaja aku hadir dengan niat khusus untuk Ayah. Aku ceritakan semuanya kepada-Nya. Aku yang merengek-rengek minta agar diberi waktu lebih lama lagi agar aku bisa bersama ayah. Aku yang dengan polosnya mengaku bahwa aku tidak siap jika DIa harus mengambil ayah secepat itu. Ya, aku yang sama egoisnya dengan anak kecil yang menangis ketika boneka kesayangannya akan diambil orang lain. Tapi lama-kelamaan luluh juga pertahananku. Anak mana yang sanggup berlama-lama melihat orang tua yang begitu dicintainya terbaring lemah tak berdaya. Begitu juga dengan ku. Sehari sebelum Allah memanggil ayah, KH. Umar Thoha atau yang biasa dipanggil orang-orang Ustadz Umar datang ke rumah. Ayah memang biasa ikut pengajian beliau di Masjid Jami’ sesudah sholat shubuh. Namun selama tiga bulan belakangan harus berhenti karena Ayah hanya bisa terbaring di tempat tidur. Ya, ba’da dzuhur beliau datang ke rumah bersama putranya yang masih TK serta satu orang teman ayah. Ada sedikit perbincangan yang aku sendiri tak begitu jelas apa yang dibicarakan karena saat itu suara ayah sudah tak bisa terdengar dengan jelas. Di akhir pertemuan itu, Ustadz Umar bacakan doa. Aku dan Ibu yang melihat dibalik pintu ikut mengamini. Begitu juga dengan ayah yang masih bisa mengangkat kedua tangan. Meskipun aku tak paham betul doa apa yang dipanjatkan tapi aku tahu Ustadz Umar berdoa untuk kebaikan ayah. Malamnya saat aku akan tidur, Ibu bilang “Mau Ustadz Umar ndungakno ayah. Nek pancene ayah sek dikei panjang umur, mugo-mugo cepet waras. Tapi nek pancene wes wayahe, mugo-mogo yo dilancarno. Tapi Ibuk kok ngeroso ayah wes ape gak onok. Wes gak popo yo. Sakno ayah nek loro suwih-suwih.” Aku yang mendengar ibu bicara seperti itu sama sekali tak menjawab apapun. Saat itu mungkin aku sudah lebih siap dari sebelumnya. Sudah tidak ada lagi tangisan saat harus menyuapi ayah, sudah tak ada lagi mata yang berkaca-kaca saat berbicara dengan ayah. Keesokan paginya, sekitar pukul 05.30 WIB, Jumat 10 Juli 2015/ 23 Ramadhan 1436 H, Allah SWT benar-benar memanggil ayah. Aku, sedih sudah pasti tapi tak ada tangisanku saat itu. Mungkin karena sudah banyak tangisan-tangisan sebelumnya. Ya, Allah benar-benar mengambilnya saat kami merasa sudah siap, saat kami benar-benar sudah mengikhlaskannya pergi.
      Ayah, semoga ayah baik-baik disana ya. Aku kangen ayah. Semoga ayah selalu mendoakanku dari sana. Allah, aku titipkan dia pada-Mu, tempatkan dia di sisi-Mu. Ampuni dosanya dan terima semua amal ibadahnya. Aamiin Ya Rabbal ‘Alamiin

“Kepunyaan Allah-lah segala yang ada di langit dan di bumi. Dan kepada Allahlah dikembalikan segala urusan.” (QS. Ali Imran :109)


“Orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: Inna lillaahi wa inna ilaihi raaji’uun (Sesungguhnya kami adalah kepunyaan Allah dan kepada Allah jugalah kami kembali).” (QS. Al Baqarah : 156)

Rabu, 11 November 2015

Bukankah itu Fitrah?

      Dalam buku itu dikatakan tak ada jatuh cinta yang salah. Ia seringkali hadir begitu saja, tanpa sempat kita waspadai. Atau, kalaupun sudah diwaspadai tetap saja kita tak mampu lari darinya. Ia terus mengejar kita sampai sudut terjauh yang bisa kita jangkau, lalu, ketika kita lelah, ia datang menerkam dengan segera. Memperdaya kita dengan segala pesonanya. Tanpa ampun. Tanpa negosiasi sedikit pun. Tuhan saja masih berlapang hati memberikan penangguhan pada iblis, nyatanya jatuh cinta tidak. Sepertinya memang tidak ada yang salah dengan perasaan jatuh cinta.  Bahkan dalam surat cinta-Nya disebutkan bahwa ketertarikan pada lawan jenis merupakan tanda-tanda kekuasaan-Nya. Bukankah itu berarti setiap manusia harus mensyukurinya? Barangkali disitu letak persoalan sesungguhnya. Bukan pada pertanyaan apakah jatuh cinta merupakan perasaan yang salah atau tidak, melainkan bagaimana cara mensyukuri perasaan tersebut.

      Lalu bagaimana dengan hati ini? Begitu munafik rasanya kalau menyatakan tidak setuju dengan pernyataan tersebut. “Bagaimana cara mensyukurinya?”, itulah hal yang ditekankan. Apakah dengan menyebut namanya di setiap kesempatan? Apakah dengan memujanya siang dan malam? Atau mungkin mencari-cari kesempatan untuk bisa berinteraksi dengannya? Tentu bukan ketiganya. Memilih untuk diam, memendamnya dalam-dalam, sambil terus mempersiapkan dan mendewasakan diri mungkin bisa jadi solusi yang lebih bijak. Sampai ketika saatnya tiba, semoga Dia memantapkan pilihanmu, menuntun langkahmu. Tentu saja bukan hal yang mudah tapi semoga dimudahkan.

Sabtu, 07 November 2015

Hujan Bulan Juni


Tak ada yang lebih indah
Dari hujan bulan Juni
Dirahasiakannya rintik rindunya
Kepada pohon berbunga itu

Tak ada yang lebih bijak
Dari hujan bulan Juni
Dihapusnya jejak-jejak kakinya
Yang ragu-ragu di jalan itu

Tak ada yang lebih arif
Dari hujan bulan Juni
Dibiarkannya yang tak terucapkan
Diserap akar pohon bunga itu

(Sapardi Djoko Damono dalam "Tuhan Maha Romantis" karya Azhar Nurun Ala)

Kamis, 05 November 2015

Harapan

        Ya Allah, aku tak tahu harus memulai darimana. Tapi pertanyaan itu selalu hadir dalam pikiran ini. Apa daya seorang hamba ketika Engkau berkehendak untuk menghadirkan perasaan itu dalam hatinya? Ada banyak orang baik di dunia ini. Namun yang baik dan terpaut di hati hanya segelintir. Allah, dia baik. Aku bisa lihat itu. Tetapi aku juga tidak menutup mata bahwa ada perbedaan diantara kita. Ya Allah Ya Rabbi, wahai dzat yang membolak balik hati manusia, bahkan tanpa aku katakan Engkau sudah mengerti. Ya, aku berusaha mencari jawabannya kepada mereka yang aku rasa faham tentang ini. Aku bukannya ragu. Justru aku sangat berharap kebersamaan itu bisa tercipta di atas perbedaan yang ada. Harusnya memang bisa karena bukan hal prinsip yang menjadi perbedaan. Aku hanya butuh belajar lebih agar bisa membangun kebersamaan itu dan tentu saja menjaganya. Sebenarnya urusan ini mungkin saja bisa jadi mudah jika ada sifat terbuka, menghargai perbedaan yang ada, menganggapnya sebagai rahmat. Namun untuk saat ini, jalan itu rasanya masih samar, belum bisa terlihat jelas. Ya Ilahi wa maliki, aku sepenuhnya bergantung pada-Mu dalam urusan ini. Hati ini masih belum cukup berani untuk bermain-main. Semoga Engkau hindarkan ia dari pengharapan selain pada-Mu agar tidak ada rasa sakit di kemudian hari. Wahai Dzat yang Maha Pemurah, sesungguhnya dalam hati ini terdapat hajat maka kabulkanlah wahai yang sebaik-baik mengabulkan. 

Selasa, 27 Oktober 2015

Semoga perbedaan yang ada pada akhirnya tidak menyebabkan keraguan. Padahal ada suatu kaidah al yaqiin laa yuzal bisy syak, keyakinan tak mungkin kalah dengan keraguan. Tapi yang sama2 kita tahu, dalam urusan ini memang tak pernah mengenal kaidah.

Minggu, 11 Oktober 2015

"Diam"


Diam..
Dalam diam ada dia,
Dalam diam ada rasa,
Dalam diam dia rindu,
Dalam diam dia malu,
Diam-diam hatinya berkata “Astaghfirullah’adzim..”
Apakah arti semua ini?
Ada apa denganmu ukhti? Ada apa denganmu akhi?
Apakah diammu menyimpan rasa?

Untuk saat ini tetaplah dalam diam. Merahasiakan apa yang memang belum saatnya. Jika memang hati hendak berbagi, berbagilah dengan-Nya. Jika ingin mengungkapkan, ungkapkan memalui Dia. Jangan ditebar, jangan diumbar jika belum siap. Bingkailah ia dalam diam. Titipkan ia pada-Nya, pada dzat Yang Maha Amanah. Biarkan Dia menjaga perasaan itu dan menyampaikannya jika memang sudah saatnya. Percayalah, skenario-Nya jauh lebih indah dari apa yang kita bayangkan..

Kamis, 24 September 2015

Eid Mubarak

Awalnya..
Suara itu perlahan membisik
Nada itu tenang merasuki degup jantung
Lafal itu kuikuti dengan senang

Namun..
Mengapa bisikan itu semakin kuat terdengar
Degup jantung pun semakin kencang
Begitu juga lafal itu, hingga tak mampu kuikuti

Badanku gemetar, merinding, serasa tubuh ini melayang
Tak mampu menahan air mata yang mulai mengalir
Tak mampu menahan air mata yang seakan tak mau berhenti

Allahu Akbar.. Allahu Akbar..
Inikah rinduku Ya Rab,,
Inikah rinduku yang tak terbendung
Inikah rinduku pada sang pemilik jiwa ini

Allahu Akbar.. Allahu Akbar..
Laa ilaaha illallah Allahu Akbar
Allahu Akbar wa Lillaa hil hamd..


-CW-
Dalam semarak "Malam Ta'aruf & Gema Takbir Akbar Remaja Masjid Jami' Gresik"
09 Dzulhijjah 1436 H/23 September 2015 M







Minggu, 20 September 2015

.HEART.

     Bukan berarti apa yang tak terucap tidak bisa dirasakan. Tidak berkomunikasi secara langsung bukan berarti tak ingin. Jika kamu bertanya mengapa kita berbeda? Adakah yang salah dengan kita?Mengapa kita tidak bisa seperti yang lain? Maka jawabannya, IYA. Sebab kamu tak sama dengan yang lain karena akhirnya aku sampai pada kesimpulan bahwa dirimu berbeda, tak sama, hanya sungguh terlalu baik. Mengapa begitu mudahnya kamu masuk padahal sebisa mungkin sudah dikunci rapat-rapat. Maka untuk saat ini biarkan saja seperti ini sampai kita benar-benar yakin dengan apa yang ada dalam hati masing-masing. Jika Dia berkenan, semoga kelak dia akan memberikan kesempatan untuk mengungkapkan apa yang selama ini dipendam dan jika demikian semoga kelak Dia juga yang akan menuntun kita untuk menyatukan perbedaan yang ada. Uhibbuka misla maa anta. You're amazing just the way you are. Semoga Dia selalu menjaga hati ini, hatimu, hati kita. Aamiin..

Selasa, 08 September 2015

Tanda Tanya

"Meskipun tujuannya sama tetapi jika jalan yang ingin ditempuh berbeda. Mungkinkah ada dalam bahtera yang sama?"

Senin, 07 September 2015

“Sebab setiap tulisan akan menemukan pembacanya sendiri"


(Sumber : google.com)

       “Sebab setiap tulisan akan menemukan pembacanya sendiri”. Entah benar atau tidak tapi saya percaya hal itu. Terkadang saat kita merasakan sesuatu, senang, gembira, sedih, ataupun kecewa  ada hasrat untuk mengungkapkannya. Ada orang yang ketika sedih lantas meluapkannya di jejaring sosial. Kalau menurut Mas Rifa’i Rif’an dalam bukunya yang berjudul “Ya Allah, Dia Bukan Jodohku”,  hal tersebut kurang tepat. Mungkin sebagian orang merasa lega setelah membagi kesedihannya itu kepada banyak kawan di media sosialnya. Namun yang perlu disadari, ketika menuliskan masalah di jejaring sosial, kita harus mengantisipasi dampak negatif yang ditimbulkannya. Hal tersebut membuat saya berpikir ribuan kali untuk berbagi perasaan di media sosial. Apalagi jika termasuk dalam hal yang bersifat privasi. Nah, menulis bisa jadi solusi untuk meluapkan perasaan kita. Buku diary sebenarnya bisa jadi tempat yang paling cocok untuk mengungkapkan apa yang ada dalam jiwa kita. But for me, buku diary sudah tergantikan dengan blog ini. Saya tak berharap tulisan ini akan dibaca oleh banyak orang karena sejatinya melalui tulisan ini, saya berbicara dengan diri saya sendiri. Menulis merupakan salah satu solusi ketika kita tak mampu mengeluarkan perasaan secara lisan. Karena tekanan yang ada dalam hati perlu tersalurkan maka tulisan adalah medianya. Suatu saat nanti, ketika kita membaca tulisan itu, kita akan tersenyum, hati merasa tergelitik, menertawakan perasaan kita saat itu. Yap, menulis, mengenang memori yang pernah ada. Namun disadari atau tidak, bagaimanapun kita berusaha untuk menyimpan tulisan, tidak mempublishnya untuk umum, pada akhirnya dia akan menemukan pembacanya sendiri. Begitupun dengan tulisan saya, tak perlu memaksa seseorang untuk untuk membaca rentetan curahan hati ini..


Rabu, 19 Agustus 2015

"Dibalik Fenomena KMGP"


          Alhamdulillah, Minggu 16 Agustus 2015 lalu Allah mengizinkan saya untuk hadir dalam acara yang diadakan oleh FLP (Forum Lingkar Pena) Gresik. "Talkshow Bersama Penulis & Bintang Film Ketika Mas Gagah Pergi". Sejujurnya saya belum seberapa tahu tentang film itu sebelumnya. Cuma terkadang lihat di dunia maya kok Mas Gagah banyak disebut-sebut ya? Siapa sih sebenarnya Mas Gagah itu? Hehe. Berniat datang ke suatu acara tapi kalau tidak tahu acara tersebut apa rasanya kurang pas kan ya. Jadilah semaleman googling tentang film itu, Ketika Mas Gagah Pergi atau yang lebih keren disebut KMGP. Hehe.. Ya, baca sekilas tentang isinya, pemainnya, dan penulisnya rasanya sedikit tertarik hati ini. Semakin yakinlah buat datang di acara itu keesokan harinya. Makin bertambah yakin kalau film ini bukan sembarang film setelah mendengar langsung penjelasan dari pihak-pihak yang terlibat dalam pembuatan ini, Bunda Helvy Tiana Rosa selaku penulis, pemain film KMGP, serta ketua FLP Pusat (Mbak Sinta Yudisia). Intinya dari acara tersebut saya menyimpulkan ada beberapa poin penting yang membuat kita semua wajib untuk mendukung film ini hehe
  1. Novel yang sebenarnya sudah ditulis dalam bentuk cerpen sejak tahun 1992 ini ternyata mampu memberikan inspirasi, motivasi, dan juga hidayah bagi pembacanya. Jujur aja sampai nangis saat baca novel ini :'). Habiburrahman El Shirazy bahkan mengatakan bahwa seharusnya KMGP menjadi salah satu bacaan pembentuk karakter yang didistribusikan Depdikbud ke sekolah-sekolah.
  2. Idealisme yang dibawa dalam film ini. Dari tahun 1992 sampai sekarang bukannya tidak ada PH yang mau mengangkat cerita ini ke dalam film layar lebar, Namun kebanyakan dari mereka tidak sejalan dengan si penulis novel. Idealisme Mas Gagah yang dibawa dalam KMGP ini tetap harus diperjuangkan. Di luar sana ternyata terlalu banyak hal dimana Mas Gagah "harus kalah" dengan keinginan pemilik modal. Namun alhamdulillah idealisme tersebut masih dibawa sampai saat ini. 1 September 2014 ada ikhtiar untuk membuat film ini dengan crowd funding yang merupakan pendanaan secara gotong royong untuk mewujudkan gagasan yang sama-sama disepakati. 
  3. Idealisme itu tidak hanya ada di dalam cerita KMGP namun dalam proses pembuatan filmnya. Terus terang poin ini yang membuat saya benar-benar takjub. Yang pertama, tokoh dalam cerita KMGP ini tidak boleh diperankan oleh sembarang orang. Terutama sosok Mas Gagah. Baik saja tidak cukup untuk memerankan sosok Mas Gagah ini. Butuh seseorang yang benar-benar baik dan sholeh, tidak hanya dalam film namun juga dalam kesehariaanya. Akhirnya melalui seleksi yang cukup ketat, terpilihlah sosok Hamas Syahid Izzuddin, mahasiswa fakultas ekonomi Universitas Airlangga. "Saya tidak bercita-cita jadi bintang film, tetapi saya ingin melakukan syiar, dakwah melalui film," kata sosok yang juga penghafal Al-Qur'an ini. Yang kedua, adegan dalam film ini inshaaAllah tidak ada yang melanggar syariat seperti bersentuhan tangan dengan yang bukan mahram dsb. "Kalaupun nanti ada adegan berpelukan antara Mas Gagah dan Gita, maka yang berpelukan itu adalah Hamas dan adik perempuannya sendiri", ujar Bunda Helvy. Nah hal ini yang sungguh saya kagumi dari film ini. Mungkin ini adalah film pertama islami yang benar-benar menjunjung tinggi syariat Islam dalam proses pembuatannya meskipun sebelumnya juga sudah banyak film-film Islami sebelum KMGP.
  4. Jika sukses tayang, inshaaAllah sebagian keuntungan dari film KMGP ini akan disumbangkan untuk pendidikan di wilayah Indonesia timur dan juga pendidikan anak-anak Palestina. tak hanya sampai disitu, buku Jejak-Jejak Mas Gagah yang ditulis dalam rangka mendanai film ini, sebagian hasilnya juga akan disumbangkan untuk pembangunan shelter pengungsu Rohingnya di Aceh. Semua sumbangan disalurkan melalui Aksi Cepat Tanggap,
Bagaimana keren bukan film ini?? jangan lupa ikut berpartisipasi demi suksesnya film ini ya. Dengan ikut berpartisipasi, kita sudah ikut menanam pohon, menyumbang oksigen bagi Indonesia dan turut membantu petani selama 5 tahun. Program ini bekerjasama dengan Trees.id. For your information ya guys, penjaga masjid dan anak tukang sampah saja tidak mau ketinggalan untuk patungan bikin film KMGP ini.. So what about you? Hehe. Tidak perlu berpikir panjang. InshaaAllah bermanfaat dan berkah :)



Suasana saat talkshow

Kamis, 06 Agustus 2015

Cinta Dalam Diam

    Hari ini Aisyah kembali melihat sosok itu. Ya, sosok yang dirindukan kehadirannya, sosok yang bayangannya sering mampir di pikiran Aisyah sejak mereka tergabung dalam kelompok yang sama untuk suatu project. Meskipun mereka sudah tidak berkomunikasi lagi setelah project yang mereka kerjakan selesai tujuh bulan lalu, namun sosok itu tampaknya masih sering hadir di pikiran Aisyah. Sama seperti pertemuan sebelumnya, Aisyah melihat kembali sosok itu di masjid kampus. Bedanya kali ini ia mampu mengontrol hasratnya untuk tidak bergegas seusai sholat agar bisa bertemu dengannya. Hari ini cukuplah bagi dia untuk melihat sosok itu dari jauh, tak perlu lagi baginya untuk meninggalkan dzikir setelah sholat yang biasa ia lakukan agar bisa bergegas menemuinya. Aisyah cukup bersyukur karena Allah masih mengizinkannya melihat sosok yang begitu dirindukannya akhir-akhir ini. Setidaknya itu sudah lebih dari cukup untuk mengobati rasa rindu yang ada di hatinya. Dia berhasil menghindari pertemuan yang sebenarnya bisa ia ciptakan. Ya, cukuplah bagi Aisyah untuk mencintainya dalam diam. Membiarkan hanya dirinya dan Sang Pencipta yang tahu. Dia yakin , kelak di waktu yang tepat Allah akan pertemukan dia dengan belahan jiwanya yang sesungguhnya. Mungkin saja sosok yang sedang dirindukannya saat ini mungkin saja sosok yang lain. Yang pasti belahan jiwanya, seseorang yang namanya sudah dituliskan di Lauhul Mahfudz untuk menjadi teman hidupnya kelak. Dialah yang berhak untuk mendapatkan cinta Aisyah..


Surabaya, 7 Agustus 2015
Menjelang pagi, ditengah kegalauan karena kawanan nyamuk yang menyerang ^^

Selasa, 19 Mei 2015

Tips Trik Agar Tidur yang Sedikit Terasa Cukup

Bismillahirrahmanirrahim...

Sebenarnya tips ini sudah lama saya dapat, kalau tidak salah sekitar dua tahun lalu pada saat Majlis Dzikir dalam rangka HUT SMAN 1 Gresik. Cuma mngkin baru rutin saya amalkan akhir-akhir ini. Ketika dirasa banyak yang harus dilakukan sementara waktu yang ada sangat terbatas. Terus terang, saya tidak bisa memberi jaminan apakah ini ampuh atau tidak, yang pasti bukankah tidak ada salahnya mencoba sesuatu yang baik? Ini yang saya dapat, lupa nama habibnya.. Yang pasti ini salah satu apa yang beliau sampaikan saat mauidhoh

Tips agar tidur yang sebentar terasa cukup


  1. Membaca Al Fatihah yang ditujukan kepada Nabi Muhammad SAW, para sahabat, Syaikh Abdul Qodir Al Jilani RA, wali setempat, dan kepada kedua orang tua
  2. Membaca Ayat Kursi, Al Ikhlas, Al Falaq, An Nas
  3. Membaca Sholawat Nabi (10x)
  4. Membaca 2 ayat terakhir surat Al Baqarah.
Barangsiapa membaca dan mengamalkannya sebelum tidur, maka tidur bisa terasa 8 jam walau hanya tidur(istirahat) 2 jam. Ijazah ini diberikan berkenaan dengan Habib sendiri dimana kegiatan beliau sangat padat dan sedikit waktu tidurnya.

Semoga bermanfaat..

Kamis, 01 Januari 2015

Keep Our Ukhuwah :)

Bismillahirrahmanirrahim..
            Beberapa waktu lalu, ada sesuatu yang cukup menarik perhatian saya. Sesuatu yang mungkin sudah cukup sering saya temui terutama di dunia maya, khususnya jejaring sosial. Apalagi kalau bukan tentang perbedaan pendapat yang terjadi dalam umat Islam. Mungkin saya bukan orang yang aktif terlibat di dalamnya ketika salah seorang membahas tentang hukum ini itu tapi sejujurnya saya merupakan pengamat yang aktif untuk mengikuti pembahasan yang terjadi. Ketika seseorang memlilih untuk menulis atau setidaknya berbagi tulisan, berita tentang sesuatu yang menurut saya kontroversial di dalam akun jejaring sosial, tentunya ia harus siap dengan segala konsekuensinya. Tulisan atau berita seperti itu tentu saja akan mengundang perhatian pembaca. Ada yang berkomentar positif dalam arti mendukung si pemilik akun karena dianggap sebagai salah satu bentuk dari dakwah. Namun tak jarang ada juga komentar dari pihak yang tidak setuju dengan pernyataan tersebut. Hal yang kurang saya senangi dari kejadian itu adalah munculnya perdebatan yang tak kunjung selesai dan yang lebih ditakutkan lagi rusaknya ukhuwah karena masing-masing pihak tidak mau menurunkan egonya. Yang sering kali tidak disadari yaitu pasti ada pihak yang merasa dirugikan, dihina, atau dikecewakan dri tulisan tersebut. Yang lebih menggelitik hati saya yaitu ketika sampai ada yang memberi label buruk yang sungguh sangat tidak pantas kepada orang lain bahkan termasuk salah seorang ulama’ yang berbeda pandangan dengannya. Dan yang sangat ironis dan menyedihkan bagi saya adalah ketika hal tersebut ternyata dilakukan oleh seseorang yang mendapat label sebagai aktivis dakwah.
            Dalam kehidupan nyata, kita dihadapkan pada kenyataan banyaknya “ragam atau “warna” umat Islam. Di Indonesia saja, ada cukup banyak kelompok masyarakat Islam seperti Nahdlatul ‘Ulama, Muhammadiyah, Persatuan Islam dan masih banyak lagi yang lain. Tidak jarang kelompok itu berbeda-beda dalam menyikapi suatu persoalan. Perbedaan pendapat semacam itu sebenarnya sudah terjadi sejak zaman Rasulullah SAW. Setelah perang Ahzab (Perang Sekutu) yang dimenangkan oleh pasukan Islam, Nabi SAW. menyuruh pasukan Muslim untuk pergi ke tempat suku Bani Quraizhah. Ketika itu, Nabi berpesan kepada para sahabat, “Jangan shalat Asar kecuali di tempat Bani Quraizhah.” Para sahabat tentu mematuhi pesan itu. Tetapi ketika masuk waktu Asar dan mereka masih dalam perjalanan, timbul perbedaan pendapat di antara mereka. Ada yang melakukan shalat Asar dalam perjalanan, yang berarti “melawan” pesan Nabi SAW. agar tidak shalat Asar kecuali di tempat Bani Quraizhah. Kelompok yang lain tidak melaksanakan shalat Asar kecuali setelah tiba di Bani Quraizhah nanti, walaupun saat itu waktu Asar sudah lewat. Yang satu mengatakan bahwa substansi dari pesan Nabi adalah menyuruh bersegera agar tiba di Bani Quraizhah sebelum waktu Asar lewat dan melaksanakan shalat Asar di sana. Sementara yang lain berpendapat bahwa substansi pesan Nabi adalah melakukan shalat Asar di sana, walaupun waktu Asar telah lewat. Ketika Nabi saw. mendengar hal itu, Nabi tidak menyalahkan salah satu dari mereka. Kedua-duanya dianggap benar. Karena apa yang mereka lakukan itu berdasarkan pemahaman mereka masing-masing.
            Begitu juga dengan kita, wajib hukumnya bagi kita umat Islam menjadi umat yang bersatu, tidak terpecah belah. Ketika umat Islam menjadi kelompok-kelompok yang terpecah belah, satu sama lain saling memvonis sesat maka di saat itulah syaitan tertawa bahagia karena perpecahan yang terjadi akan merusak dan mengakibatkan lemahnya umat Islam. Ketika perbedaan pendapat terjadi, yang harus dilakukan kita sebagai umat Islam adalah
1.      Meniti jalan yang telah ditempuh oleh sahabat ra, mengetahui bahwa perbedaan pendapat yang bersumber dari ijtihad adalah dalam taraf masalah yang masih bisa ditolerir sehingga sudah seharusnya kita sikapi dengan toleran dan saling menghormati.
2.      Satu hal yang harus selalu diingat, walaupun imam-imam madzab fikih berbeda pendapat dalam beberapa persoalan hukum, mereka tidak saling menyalahkan yang lain.
3.      Tidak menganggap pendapatnya yang paling benar dan menilai pendapat orang lain salah karena masing-masing pendapat yang diikuti ada dalilnya. Syaikh Jum’ah Amin Abdul ‘Aziz dalam kitabnya, Ad-Da’wah, Qawa’id wa Ushul. Beliau berkata, “Perbedaan pendapat itu bukan aib. Aib itu ada pada fanatisme kelompok terhadap suatu pendapat dengan mengesampingkan pendapat lain.”
            Dalam menyikapi perbedaan dalam masalah furui’yah (cabang), berlapang dadalah agar ikatan ukhuwah yang telah terjalin kuat dan indah sebelumnya tidak rusak dan terputus karenanya. Ketika kita digiring pada suatu keadaan dimana perbedaan pendapat itu muncul, semoga Allah SWT senantiasa memampukan kita untuk menyikapinya dengan lemah lembut, pikiran yang jernih serta sikap yang arif dan bijaksana.
            “Dalam hubungan-hubungan yang kita jalin dalam kehidupan, setiap orang adalah guru bagi kita. Siapapun mereka. Yang baik, juga yang jahat. Betapapun yang mereka berikan pada kita selama ini hanyalah luka, rasa sakit, kepedihan, dan aniaya, mereka tetaplah guru-guru kita. Bukan karena mereka orang-orang yang bijaksana. Melainkan karena kitalah yang sedang belajar untuk menjadi bijaksana.” -Salim A. Fillah, Dalam Dekapan Ukhuwah


Wallahu a’lam bish-shawab